MAKASSAR – Kuasa hukum dari Fatmati Sultan Kaya Akhmad Rianto & Partners LAW OFFICE Kuasa hukum dari Fatmati Sultan Kaya mengadakan Konferensi pers di Kedai Kopi 17, Jalan Anggrek, Kecamatan Panakkukang, terkait kasus yang dihadapinya, selasa(18/02/2025).
Ahmad Rianto menjelaskan “Lebih baik membebaskan 1000 orang bersalah daripada menghukum 1 orang yang tidak bersalah” pernyataan ini berkaitan dengan kasus yang menimpa kliennya ini merupakan perkara yang unik dan dapat mengakibatkan ketidakjelasan Hukum dan tidak adanya kepastian hukum.
Bahwa dirinya sebagai kuasa hukum dari Ibu Fatmawati Sultan Kaya keberatan atas adanya eksekusi/pelaksanaan putusan yang berkekuatan hukum tetap yang dilakukan Kejaksaan Negeri Makassar terhadap kliennya (Fatmawati Sultan Kaya) yang tidak sesuai isi amar putusan tingkat kasasi.
Sebelum menguraikan lebih jauh, terlebih dahulu menyampaikan duduk perkara sesungguhnya ialah sebagai berikut perkara ini berawal jual beli rumah yang terletak di Perumahan Puri Diva Istambul Blok B6 No 8 (dalam kuitansi blok B1 No. 6) seharga Rp. 3.000.000.000,- (tiga milyar rupiah), karena pembelian rumah yang dilakukan oleh Subaedah(belum lunas) dan baru dibayarkan sebesar Rp. 2.000.000.000,- (dua milyar rupiah) berdasarkan kuitansi tanggal 27 Januari 2015.
“Sehingga belum dilakukan pembuatan AKTE JUAL BELI DAN PENYERAHAN RUMAH oleh Klien kami (Ibu Fatmawati), artinya masih ada kewajiban dari Subaedah untuk melunasi rumah tersebut sebesar Rp. 1.000.000.000,- (Satu milyar) yang belum di bayarkan yang dilakukan roya Pada Bank BRI, namun Perkara tersebut tetap dikualifikasi sebagai tindak pidana hanya karena dalam kwitansi yang dibuat Terdakwa melakukan kesalahan penulisan dimana menuliskan Blok B 1 no.6 tipe 345/300 yang seharusnya Blok B6 No. 8 Tipe 345/300, dengan PANJAR SEBESAR RP. 2.000.000.000,- SISA 1 MILYAR dimana di dalam kuitansi yang dijadikan dasar JPU untuk menuntut Terdakwa sehingga bergulir di Pengadilan Negeri Makassar,” jelasnya.
Tambah Ahmad Rianto bahwa pada saat perkara a quo bergulir di Pengadilan Negeri Makassar, Pelapor dengan Terdakwa sepakat melakukan perdamaian sebagaimana surat Pernyataan Perdamaian Bersama tanggal 04 Juni 2024. Seharusnya perkara ini sudah bisa dikualifikasikan untuk dilakukan restoratif justice oleh Kejaksaan Negeri Makassar in casu jaksa penuntut umum, namun alih-alih Jaksa Penuntut Umum berupaya melakukan restoratif jusctice justru terus berupaya melakukan penuntutan dengan hukuman maksimal, setelah kesepakatan tersebut dijadikan dasar untuk meringankan pidana yang dijatuhkan pada diri terdakwa di pengadilan negeri makassar, namun kemudian jaksa penuntut umum keberatan atas hukuman 4 bulan 25 hari, dengan melakukan upaya banding hingga kasasi.
Adapun Amar putusan pada Perkara a quo Amar Putusan Pengadilan Negeri Makassar Nomor 347/PID.B/2024/PN.MKS.pada tertangal 10 Juni 2024 sebagai berikut: MENGADILI
1. Menyatakan Terdakwa FATMAWATI SULTAN KAYA terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tidak pidana Penipuan.
2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa dengan pidana penjara selama 4 (empat) bulan 25 (dua puluh lima) hari.
3. Menetapkan masa penangkapan dan masa penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.
4. Memerintahkan agar terdakwa dikeluarkan dari tahanan.
5. Menetapkan barang bukti berupa :
– 1 (satu) lembar asli kwitansi tanggal 25 Januari 2015 dikembalikan kepada H. Subaedah.
6. Menghukum terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 5.000,- (lima ribu rupiah).
Selanjutnya pada Amar Putusan Pengadilan Tinggi Makassar Nomor 824/PID/2024/PT.Mks.pada tertangal 8 Agustus 2024 sebagai berikut: Mengadili:
– Menerima Permintaan banding dari penuntut umum tersebut;
– Mengubah putusan pengadilan negeri makassar nomor 347/Pid.B/2024/PN.Mks tanggal 10 juli 2024 yang dimintakan banding mengenai lamanya pidana yang dijatuhkan sehingga amar selengkapnya berbunyi sebagai berikut ;
1. Menyatakan Terdakwa Fatmawati Sultan Kaya terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penipuan;
2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun;
3. Menetapkan masa penangkapan dan masa penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;
4. Memerintahkan terdakwa tetap dalam tahanan kota;
5. Menetapkan barang bukti berupa;
– 1 (satu) lembar asli kwitansi tanggal 27 januari 2015 Dikembalikan kepada Hj. Subaedah
6. Membebani terdakwa untuk membayar biaya perkara dalam kedua tingkat peradilan yang dalam tingkat banding sebesar Rp.5.000,00 (lima ribu rupiah).
Pada Amar Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1741 K/PID/2024 pada tertangal 28 November 2024 sebagai berikut : Mengadili :
– Menolak Permohonan Kasasi dari Pemohon Kasasi Penuntut Umum pada Kejaksaaan Negeri Makassar tersebut,
– Memperbaiki Putusan Pengadilan Tinggi Makassar Nomor 824/PID/2024/PT.Mks tanggal 8 Agustus 2024 yang mengubah Putusan Pengadilan Negeri Makassar Nomor 347/Pid.B/2024/PN Mks tanggal 10 juni 2024 tersebut mengenai pidana yang dijatuhkan kepada Terdakwa menjadi pidana penjara selama 2(dua) tahun;
– Membebankan kepada terdakwa untuk membayar biaya perkara pada tingkat sebesar Rp. 2.500,00(dua ribu lima ratus rupiah).
Ahmad Rianto menjelaskan lagi bahwa berdasarkan putusan tingkat kasasi tersebut diatas Fatmawati Sultan Kaya merupakan seorang terpidana dengan vonis hukuman 2 tahun penjara. Namun dalam putusan kasasi Mahkamah Agung, itu tidak mencantumkan perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam tahanan kota, untuk diketahui Putusan ditingkat Pengadilan Tinggi Makassar memerintahkan terdakwa tetap dalam tahanan kota.
“Semestinya jika merujuk pada prinsip legalitas yaitu Nullum crimen, nulla poena sine lege certa artinya tidak ada perbuatan tanpa aturan-aturan yang jelas konsekuensinya adalah harus jelas rumusan putusannya sehingga tidak multitafsir yang dapat membahayakan kepastian hukum. Dengan berpijak pada prinsip legalitas yang dikemukkan bahwa hukum pidana dalam rangka memberikan perlindungan terhadap setiap orang, karena hukum pidana sesungguhnya hadir bukan untuk menghukum seseorang untuk dalam hal ini memenjarakan setiap orang, akan tetapi hukum pidana hadir untuk memberikan perlindungan terhadap setiap orang dari tindak kesewenang-wenangan sehingga asas legalitas sebagai asas fundamental dalam hukum pidana, jika putusan pengadilan yang tidak memberikan kepastian hukum atas status tahanan tetap tahanan kota atau dieksekusi untuk di masukkan kembali ke lapas, Namun tetap dipaksa eksekusi dengan alasan bahwa pelaksanaan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap wajib dilaksanakan oleh jaksa, akibatnya telah merugikan hak terpidana sebagaimana dijamin oleh hukum,” jelasnya kembali
Bahwa prinsip pemidaan bukan hanya untuk menghukum tetapi juga memberikan manfaat kepada rakyat. Para pihak telah melakukan kesepakatan bersama (perdamaian) antara korban dan terdakwa dan prinsip restoratif justice telah dipenuhi sehingga ini bisa memberikan manfaat lebih baik daripada menghukum untuk nafsu belaka.
Selanjutnya hal ini juga bisa menjadi yurisprudensi dan berdampak hukum kedepannya bagaimana tidak jika ada seseorang yang menjual rumah dan di dalam kuitansi itu salah tulis/ dalam mencantumkan alamat rumah walaupun itu belum lunas maka pihak penjual dapat di Pidana dengan alasan salah tulis alamat walaupun rumah dan tanah tersebut ada fisiknya, maka pembeli walaupun belum lunas dapat meminta sertifikat dan akte jual beli dan jika tidak diberikan maka akan masuk penjara.
Oleh karena dalam praktik terpidana sering tidak berdaya menghadapi aparatur penegak hukum yang kadang-kadang bertindak sewenang-wenang semata-mata atas dasar kekuasaan, semestinya menjamin kepastian hukum bagi seluruh warga negara.
”menjamin kepastian seseorang untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang menjadi haknya dan menjamin due proses of law yang adil dan benar,” ungkapnya.
Sesuai kententuan Pasal 197 ayat 1 dan 2 KUHAP (Kita Undang-Undang Hukum Acara Pidana) sudah jelas dan tidak memerlukan penafsiran lagi, apabila suatu putusan pemindanaan tidak memenuhi ketentuan pasal 197 ayat 1 KUHAP, maka putusan itu tidak bisa dilaksanakan. Sehingga menurut hemat kami tindakan eksekusi putusan tingkat Kasasi yang dilakukan Kejaksaan Negeri Makassar terhadap klien kami (Fatmawati Sultan Kaya) yang dilakukan oleh Jaksa Rahmawati Azis, SH, MH dengan memasukkan kembali kepada Tahanan Lapas adalah tindakan yang tidak sesuai dengan Amar Putusan tingkat kasasi dan bertentangan dengan Pasal 197 ayat 1 KUHAP. Dengan demikian tindakan eksekusi termasuk tindakan abuse of power yang dilakukan kejaksaan negeri makassar dan melanggar hak-hak terpidana sebagai bagian dari Hak Asasi Manusia yang mesti dilindungi oleh hukum, berdasarkan pada putusan tingkat Kasasi tersebut.
Tim Hukum meminta kepada pengawas kejaksaan :
1. Kami meminta kepada JPU Rahmawati Azis, SH, MH jaksa pada kejaksaan Negeri Makassar untuk segera mengeluarkan klien kami Fatmawati Sultan Kaya dari Tahanan Lapas kelas II A Wanita sungguminasa;
2. Meminta kepada kejaksaan Negeri Makassar untuk menanggugahkan eksekusi putusan Kasasi sebelum ada penjelasan secara resmi mengenai amar putusan perkara No. 1741K/Pid/2024 dari Mahkamah Agung
Adapun anggota Tim Kuasa Akhmad Rianto, S.H, Tendri Sompa, S.H, Samsiddin, S.H, Muh. Syakir, S.H, Kristophel H.TL, S.H, MH, Wahyuningsih, SH
Kasi Intel Kejaksaan Negeri Makassar Andi Alamsyah menanggapi perkara ini menjelaskan terkait putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1741 K/PID/2024 sudah sangat jelas pada amar putusan menyebutkan menjatuhkan pidana penjara selama 2 (dua) tahun kepada terdakwa, hal tersebut yang menjadi dasar JPU mengeksekusi terdakwa.
Selanjut Kasi Intel Kejari Makassar mengatakan adapun tidak dicantumkannya perintah supaya terdakwa ditahan tidak menjadikan sebuah putusan pemidanaan batal demi hukum atau tidak dapat di eksekusi hal ini sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PPU-X/2012, bahwa pelaksanaan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkrach van gewijsde) dalam perkara pidana merupakan bagian penegakan hukum pidana yang dilakukan oleh jaksa yg diberi wewenang oleh undang-undang.
“Kami mempersilahkan penasihat hukum terdakwa untuk mempertanyakan hal tersebut ke MA, walaupun sebenarnya sebagai PH seharusnya sudah paham mengenai putusan yang tidak mencantumkan perintah penahanan kepada terdakwa tetap dapat dilakukan eksekusi, sudah sangat banyak referensi di internet yang bisa baca oleh PH terdakwa, namun sekali lg silahkan kalo PH terdakwa hendak menanyakan hal tersebut ke MA,” jelasnya.